MAHAKAM ULU atau Mahulu merupakan kabupaten yang terbentuk tahun 2012, hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai Barat. Kabupaten yang terletak di bagian utara provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) itu berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga, Serawak (Malaysia).
Namun, sembilan tahun menjadi daerah otonom, Kabupaten Mahulu masih menghadapi persoalan serius, yakni minimnya akses transportasi. Padahal akses transportasi adalah kunci keterbukaan dan akselerasi pembangunan bagi suatu daerah, tak terkecuali Mahulu sendiri. Selama ini, pemerintah Provinsi Kaltim dan pemerintah pusat seolah tutup mata atas kondisi ini. Negara belum mampu merealisasikan akses transportasi yang layak, murah dan mudah, seperti dambaan dan harapan masyarakat Mahulu.
Jangankan ingin melihat keterbatasan itu secara langsung dan kemudian merasakannya dan memprogramkan pembangunannya. Memikirkannya saja, pejabat-pejabat di pemerintahan provinsi dan pusat mungkin jarang bahkan tidak pernah sama sekali, karena lebih tertarik memperhatikan kekurangan infrastruktur di kota-kota besar.
Minimnya akses transportasi yang layak itu berdampak pula pada rendahnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat serta peformace pelayanan pemerintah di Mahulu.
Hingga kini askes utama menuju kabupaten paling bungsu di Katim itu masih harus ditempuh melalui akses transportasi sungai, dengan waktu perjalanan sekitar 36 jam. Memang ada penerbangan pesawat perintis ke Bandara Datah Dawai, namun kapasitas angkut pesawat terbang sangat terbatas, hanya mampu membawa 9–10 penumpang. Lagi pula transportasi ini terhitung mahal bagi masyarakat umum, tidak memungkinkan menjadi pilihan yang menyenangkan dan nyaman bagi warga Mahulu.
Apalagi, letak bandara ini di Long Lunuk Kecamatan Long Pahangai, cukup jauh dari Ibu Kota Kabupaten Mahulu, Ujoh Bilang. Perjalanan masih harus dilanjutkan menggunakan transportasi sungai, melewati jeram-jeram ganas dengan waktu tempuh sekitar 4–5 jam dari Ujoh Bilang.
Berdasarkan laporan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang dilaporkan Tuyangissue.id, ketergantungan akses transportasi utama di Kabupaten Mahulu masih sangat besar yakni hingga 75 persen. Jenis transportasi masyarakat dan aparatur pemerintahan dari dan menuju Mahulu, hanya dapat ditempuh oleh kapal kecil, speedboat, longboat, dan perahu ketinting.
Jika musim kemarau, akses transportasi sungai tidak dapat dilalui. Terutama ke wilayah perbatasan. Yaitu, Kecamatan Long Pahangai dan Kecamatan Long Apari. Jika dipaksakan berlayar maka sangat membahayakan.
Kondisi ini tentu tidak kondusif bagi aktivitas kemasyarakatan dan pemerintahan. Apalagi nasib jalan darat menuju Mahulu sangat memprihatinkan masih berupa jalan tanah bebatuan. Jika musim hujan sangat riskan untuk dilalui kendaraan selain licin dan masih banyak terdapat kubangan air yang dalam. Apabila musim kemarau, jalan berdebu dan berlubang.
MTI menyebutkan panjang jalan pararel perbatasan Kalimantan adalah 1.832,53 kilometer yang melewati tiga provinsi, Kalbar 811,72 kilometer, Kaltim 406,26 kilometer) dan Kaltara 614,55 kilometer. Artinya, data jalan pararel perbatasan di Kaltim paling pendek (22,17 persen), kebetulan lokasinya berada di Kabupaten Mahulu.
Panjang jalan pararel perbatasan itu terbagi empat ruas. Yaitu batas Kalbar-Tiong Ohang sepanjang 69,65 kilometer, Tiong Ohang-Long Pahangai sepanjang 103,55 kilometer, Long Pahangai-Long Boh sepanjang 90,69 kilometer, dan Tering-Long Bagun sepanjang 142,37 kilometer. Semua ruas jalan itu sudah tembus hutan atau tidak ada lagi yang masih berupa kawasan hutan.
Sementara untuk kondisi fisik ruas jalan itu, menurut data Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, hingga akhir 2021, yang masih berupa tanah sepanjang 233,49 km (57,47 persen), agregat 62,36 kilometer (15,35 persen), rigid 4,81 kilometer (1,19 persen) dan yang beraspal baru sepanjang 105,60 kilometer (25,99 persen).
Kondisi ruas jalan inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah provinsi dan pusat untuk dibangun atau ditingkatkan sesegera mungkin, terutama akses jalan yang menghubungkan ke Kabupaten Mahulu.
Dengan Aksesibilitas jalan yang memadai maka keterisolasian wilayah-wilayah di Kabupaten Mahulu menjadi terbuka dan tidak masuk lagi daerah tetinggal dan terisolasi.
Komoditas kebutuhan bahan pokok masyarakat akan mudah terdistribusi, dan harganya bisa lebih murah. Secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Mahulu.
Selain itu, pembangunan bandara baru di dekat Ujoh Bilang tetap prioritas bersama akses tranportasi darat. Pesawat jenis ATR berkapasitas 70 penumpang yang dapat mendarat di Ujong Bilah praktis akan mendorong perkembangan dan pembangunan daerah di Kabupaten Mahulu. Dengan demikian Kabupaten Mahulu benar-benar merasa bagian Indonesia, yang harus diperhatikan dan mudah dijangkau negara.(*)
Komentar
Posting Komentar