Langsung ke konten utama

Ketangguhan Dayak Kenyah Dan Kayan Dalam Ekspedisi Puncak Cartenz Papua


Ketangguhan Dayak Kenyah Dan Kayan Dalam Ekspedisi Puncak Cartenz Papua

HAI! SAHABAT TUYANG. Kamu pasti pernah mendengar kisah ketangguhan Dayak Kenyah dan Dayak Kayan yang terlibat pada ekspedisi spetakuler menaklukan puncakjaya (Puncak Carstenz Pyramid) di Papua (Nieuw-Guinea) pada awal abad ke 20. Puncak Cartenz adalah gunung tertinggi di Indonesia maupun  di kawasan Oceania. Saking tingginya (sekitar 4889), sampai-sampai puncaknya ditutupi salju abadi.

Kisah keterlibatan suku Dayak Apau Kayan dalam ekspedisi ini berawal dari kegagalan seorang ilmuwan Belanda Dr Hendrik Albert Lorentz dalam ekpsedisi pertamanya menaklukan Puncak Cartenz pada tahun 1907. Ekspedisi selama 6 bulan tersebut gagal akibat keganasan alam Nieuw-Guinea dan kurang didukung oleh tim yang tangguh.

Berbekal masukan dari rekan-rekan ilmuwan dan berbagai kalangan, yang menyarankan Ia untuk merekrut orang-orang Dayak di Apau Kayan yang terkenal tangguh dan pemberani sebagai anggota tim ekspedisinya, maka Lorenz merencanakan ekspedisi keduanya di Tahun 1909.

Setelah merekrut 6 orang porter Dayak Kenyah yang dikirim dari Apau Kayan. Lorentz bersama Van Nouhuys seorang peneliti ilmiah (1909-1910), dan 6 orang porter tersebut berangkat dari Batavia (Jakarta) menuju New Guinea (Papua). Melewati rute yang sama dari ekspedisi pertama sebelumnya, mereka tiba di pulau Bivak . Dengan kapal-kapal kecil yang juga mengangkut persediaan makanan, yang menempuh waktu selama 100 hari, akhirnya mereka tiba hulu Camp Alkmaar,

Dari Camp Alkmaar, mereka mulai melakukan pendakian dan bertahap melewati tanjakan berat. Hingga kemudian pada tanggal 5 November 1909, mereka mencapai dataran tinggi di 3700 meter ketinggian (Puncak Wilhemina). Tiga hari kemudian, tepatnya tanggal 8 November 1909, Van Nouhuys dan 6 orang Dayak Kenyah akhirnya berhasil mencapai puncak bersalju tersebut di ketinggian 4461 meter.

Setelah sukses menjelajahi Puncak Cartenz,Lorenz dan tim tinggal di Papua beberapa waktu untuk meneliti tentang kehidupan botani dan lain sebagainya. Pada tanggal 1 Maret 1910, baru mereka meninggalkan New Papua berlayar kembali ke Batavia.
Keberhasilan ekspedisi ini kemudian dirayakan oleh Pemerintah Belanda.

Kesuksesan ekspedisi kedua tersebut, menginspirasi seorang perwira KNIL A Franssen Herderschee untuk melakukan ekspedisi ketiga di Puncak Cartenz (1912-1913). Bukti ketangguhan orang Dayak dari dataran Tingggi Apau Kayan pada ekpedisi kedua itu, memberi rasa percaya diri dan keyakinan pada Franssen Herderschee.

Kali ini dia melibatkan lebih banyak orang Dayak ApauKayan di bandingkan ekpedisi HA Lorenzt sebelumnya. Ia membawa 16 orang Dayak Kenyah dan belasan lain orang Dayak Kayan.
Tujuan ekspedisi ketiga ini, selain kembali menaklukan Puncak Cartenz, penelitian botani flora dan fauna, juga untuk mempelajari struktur geologi bukit di kawasan Bivak (Biak) dan Pesegem.
Kemudian, setelah melalui tanjakan dan medan yang sulit, akhirnya pada tanggal 21 Februari 1913, tim ekspedisi ketiga pun berhasil menaklukan Puncak Cartenz.

Dibalik gemilangnya pendakian puncak Wilhemina dan Cartenz di ekspedisi kedua dan ketiga itu, tak dapat dipungkiri peran besar orang Dayak Apau Kayan. Sebagai suku yang memiliki fisik kuat, berani , tangguh dan tahan terhadap siksaan alam, mereka berhasil menghantarkan para ilmuwan dan tentara KNIL Belanda dan rekan-rekannya menaklukan puncak Cartenz.

Atas jasa-jasa orang Dayak Kenyah dan Kayan, sebagai penghormatan dan penghargaan maka salah satu jalur pendakian Cartenz Piramid, dinamai “Dayak Pass”.

Dalam dokumentasi photo di koleksi National Museum Van Wereldculturen (NMVW- collectie) di ” Document Photo-Photo Zuid Nieuw-Guinea Expeditie” baik ekspedisi kedua 1909-1910 maupun ekspedisi ketiga 1912-1913 tersebut, disebutkan suku Kenyah (Kenja Dajak) di pimpin oleh Ding Poei dan Taman Megam. Sedangkan suku Kayan (Kajan Dajak) di pimpin oleh Sawang.

Di koleksi foto-foto tersebut juga disebutkan beberapa nama orang Kenyah yang terdokumentasi seperti “Taman Megam, Ding Poei , Ligang Oelau, Aran, Maja (Maya), Masan, Oejau Jot (Uyau Iut), Oedau (Udau), ada juga nama-nama orang Kayan (Abet, Baing Ilang, Uleng, Belat, Belaung, Sigep).

Seperti diketahui nama-nama orang Kenyah dan Kayan pada umumnya mempunyai keunikan (khas) tersendiri, sehingga tidaklah sulit untuk mengidentifikasi orang-orang tersebut adalah dari suku Kenyah. Termasuk pakaian dan peralatan yang mereka gunakan, dapat menjelaskan mereka orang Dayak Kenyah dan Kayan.

Keterlibatan suku Dayak Kenyah dan Dayak Kayan dalam ekspedisi itu dapat ditemukan dari beberapa dokumen atau catatan Carl Lumholtz dan Wolfgang Leupold.
Carl Lumholtz dalam buku catatan perjalanannya di Tanjung Selor dan Apau Kayan “Through Central Borneo; An Account of Two Years’ Travel in The Land of The Head-Hunters Between The Years 1913 and 1917”, bertemu dengan orang Dayak Kenyah yang pernah mengikuti ekspedisi tersebut. Salah seorang diantaranya ialah yang bernama Amban Klesau anak Kepala suku Kenyah di Long Mahan.

Kemudian, Swiss Wolfgang Leupold, seorang geologist berkebangsaan Swiss. Dalam catatan perjalanannya “Memori dari Kalimantan / Memories from Borneo 1921-1927”, terdapat foto yang menunjukan Wolfgang Leupold bertemu orang Kenyah yang bernama Amban Klisan, ketua suku Kenyah Uma’ Kulit di Long Leju. Amban Klasan diketahui pernah bekerja untuk orang Eropa dan bertugas untuk pemerintah kolonial, salah satunya, ia bagian dari ekspedisi yang pimpinan H A Lorenz, tahun 1909 – 1910.(*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antrean Itu Cermin Buruknya Disiplin Petugas

Sudah empat jam aku duduk di kursiku menunggu nama anakku dipanggil. Ternyata, datang dan mendaftar  lebih awal tidak menjamin dipanggil duluan. Urutan antrean peserta vaksinasi tergantung selera petugas. Yang baru tiba  bisa    langsung dilayani,   dan yang  mendaftar  belakangan bisa dipanggil lebih awal. Peristiwa  tidak elok ini  bukan yang pertama bagiku, pasalnya pada kegiatan vaksinasi dosis kesatu di awal bulan Juli lalu, aku juga mengalaminya. Esoknya, giliran membawa anakku pun merasakan  perlakuan yang  serupa.  Lanjut divaksinasi dosis kedua di awal Agustus lalu, aku dan kemudian bersama anakku pun mengalami hal yang sama.  Tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali hanya menarik nafas dan berusaha memakluminya. Hari ini, kala membawa anak keduaku  untuk vaksininasi dosis pertamanya, pun lagak petugasnya masih seiras, malah kali ini lebih culas. Peserta vaksinasi yang sebelumnya dibatasi hanya seratus orang, hari ini  tumplek blek sampai enam ratus peserta. Alih-alih  protokol

Jangan Sampai Lebih Takut Lihat Polisi Dibanding Penjahat

  Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam beberapa waktu terakhir ini seolah menegaskan buruknya citra lembaga penegak hukum tersebut. Peristiwa salah tangkap, pelanggaran SOP, brutalisme, kejahatan seksual ,pemeriksaan ponsel warga secara non-prosedural dan non-etis, penersangkaan korban, dan lainnyan sebagainya membuat masyarakat menjadi merinding dan takut berurusan dengan polisi. Sampai-sampai seorang kawan mengatakan jika ia  merasa lebih takut berhadapan dengan polisi daripada penjahat, karena polisi dapat melakukan kejahatan  dengan berlindung dibalik institusi,  hukum dan fasilitas negara.. ” Jangan sekali-sekali deh, buat kejahatan jika tidak mau berurusan dengan penjahat” sindirnya. Deretan Peristiwa seperti penembakan  oleh oknum Ipda OS anggota Polisi Lalu Lintas PJR Polda Metro Jaya dan  kasus aborsi oknum R yang menyebabkan seorang mahasiswa meninggal di  Purwekerto baru baru ini menambah cacatan buruk yang dilakukan  oknum angg

Bandara Tanjung Harapan Jogging Track Favorit

  Sejak  tahun 2000,aku mulai rutin pergi ke bendara  Tanjung Harapan,    saban sore  berkendara motor roda dua menuju bandara kecil yang berada di dekat Taman makam Pahlawan  Tanjung Selor itu. Namun, tujuanku ke bandara itu  bukan untuk berangkat   atau  mengambil paket kiriman yang datang, melainkan untuk olahraga jogging di  runaway  atau landasan pacu bandara. Yup, mungkin ketika itu akulah yang paling rajin jogging di bandara itu.Sampai-sampai beberapa teman memberi gelar ” penunggu bandara”. Kadang jam 2 siang, kala runaway bandara masih sepi,  dengan berbekal jaket parasut dan topi, aku sudah duluan  berlari menikmati panas dan  teriknya cuaca siang hari. Menurutku dan orang-orang ketika itu, runaway ini adalah  tempat yang paling nyaman dan ideal   di Tanjung Selor untuk melaukan aktivitas jogging. Selain treks nya yang lurus dan lebar, landasan ini tempat yang paling aman  untuk jogging, udaranya yang bersih, jauh dari polusi asap knalpot.  Berlari di sini kit