Berita Medsos vs Situs Berita
Mungkin sudah setahun lebih saya tidak pernah lagi membaca dan menyentuh lembaran koran dan majalah. Bukan karena pengaruh pandemi Covid-19 seperti saat ini. Tapi karena memang informasi dan hiburan yang dibutuhkan lebih dari cukup diperoleh hanya melalui smartphone.
Akses internet dari ponsel pintar dirasa yang lebih praktis , cepat, mudah dan murah. Bahkan keluarga lebih bebas dan aman dari ancaman virus corona dibanding harus memasukan koran dan majalah dari luar rumah.
Dengan smartphone informasi dan hiburan bisa dibaca, ditonton dan didengar dimana dan kapan saja. Bisa sambil berkendara, memasak dan aktivitas lainnya. Bisa di kamar mandi, di toilet, di kamar tidur, atau dimanapun tidak menghalangi kita menggunakan smartphone.
Itulah sebabnya mengapa media konvensional seperti koran, majalah, televisi dan radio kini mulai diabaikan. GlobalWebIndex mendatakan dari tahun ke tahun, jumlah penonton televisi, pendengar radio, pembaca koran dan majalah mengalami kemerosotan signifikan.
Kita mungkin mempunyai pengalaman sama. Tidak lagi membaca koran dan majalah. Tidak menonton televisi dan mendengar radio. Kalau pun masih, waktu - waktu yang kita habiskan tidak sebesar bersama gadget atau smartphone.
Bicara soal akses informasi berita di smartphone, pilihanya pasti situs berita online atau aplikasi portal berita. Terutama dari media pers terkenal, baik lokal, nasional dan internasional.
Nah, khusus berita berita lokal atau daerah, kebiasaan saya memperolehnya mulai berubah selama pandemi ini. Pilihannya bukan hanya situs berita online atau aplikasi portal berita saja, tapi mulai terbagi pada platform akun berita di media sosial.
Jika dulu, saya lebih sering membuka bahkan bisa dibilang sangat tergantung pada portal atau situs media online, tapi dalam setahun ini, akun berita daerah di media sosial seperti Instagram, menjadi pilihan yang relevan buat saya. Kanal berita di media sosial menawarkan one stop service, serasa lebih praktis, mudah dan beragam dibanding website berita.
Kelebihan lainnya, berita lokal yang ada di akun berita media sosial tidak terikat pada berita teks dan gambar aja, tapi banyak menyajikan peristiwa update di lapangan dalam bentuk video. Mulai dari yang receh sampai yang tegang merentang.
Hiburan yang disajikan pun merupakan rekaman video dari peristiwa menggelitik yang terjadi apa adanya di masyarakat. Beda misalnya dengan portal berita online , yang lebih cenderung terikat dan terbatas pada berita teks dan gambar. Jikapun ada hiburan format video, pasti memerlukan ruang dan akses data yang cukup besar, dan itu tidak se-update di media sosial.
Memang harus kita akui, namanya media sosial, apalagi jika adminnya tidak punya dasar-dasar jurnalistik sama sekali, tak jarang malah berita hoaks yang tersiar karena sumber berita tidak terverifikasi.
Makanya, kita juga harus selektif untuk mem-follow akun-akun berita seperti ini. Lazimnya akun berita, tentu berbeda dengan akun-akun anonim atau pribadi lainnya di media sosial. Banyak juga akun berita lokal yang benar-benar menjaga integritas, kode etik dan kepercayaan follower mereka. Ada rasa tanggung jawab untuk memberikan informasi yang benar, membangun narasi yang seimbang dan menghindari berita-berita hoaks.
Kondisi ini barang tentu bakal meningkatkan keterbiasaan masyarakat menggunakan media sosial sebagai sumber informasi berita yang terpercaya. Jangan lupa! bahwa pengguna media sosial di negeri ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sebuah laporan pada Januari 2021 menunjukkan pengguna aktif media sosial di Indonesia 61,8 persen atau sekitar 170 juta dari total 274,9 juta penduduk. Angka ini bergerak naik 6,3 persen dibanding tahun sebelumnya.
Belanja iklan perusahaan di media sosialpun mulai diperhitungkan. Survei yang dilakukan perusahaan platform otomatisasi periklanan sosial Smartly.io menyebutkan perusahaan mulai menargetkan setidaknya 30 persen anggaran pemasaran mereka untuk media sosial.
Berkaca diskripsi di atas, saya ingin mengatakan bahwa trend netizen mencari berita di media sosial itu sudah terjadi, bahkan lebih dahulu menjadi prilaku para generasi milineal dan alpha kita. Ini bisa menjadi warning bagi portal-portal berita online yang ada saat ini. Apa yang terjadi pada media konvensional bisa saja berulang kepada media online.
Apalagi jika kelak diterapkan kebijakan satu akun satu NIK (Nomor Induk Kependudukan). Setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di setiap media sosial. Pasti itu akan menghilang stigma media sosial sumber hoaks. Orang akan berfikir 1000 kali lagi menyebar berita hoaks di media sosial. Akhirnya, media sosial benar benar akan menjadi platform " terpercaya "bagi kita semua.
Komentar
Posting Komentar