Langsung ke konten utama

Kaltara, Jangan Sampai Ganti Gubernur Ganti Sejarah

Dua hari lalu seorang teman mengajakku menjadi  tamu di  podcastnya. Ia ingin ngobrol-ngobrol santai tentang      "Sejarah Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara)". Katanya sih , iseng-iseng aja untuk  menambah ragam konten video di medsosnya.

Dengan  halus  kutolak ajakan itu,  kukatakan aku  masih sibuk, kelak bila  ada waktu luang aku kabari segera: begitulah alasanku padanya. Padahal,   aku memang tidak berkenan  untuk datang.  Bukan karena aku sibuk, atau tidak menguasai materi itu, tapi topik  podcast yang ingin dibahasnya membuatku agak  "sensi'.

Aku tidak ingin   ikut-ikutan menjadi orang yang ngotot ingin dikenang dalam  "lakon" sejarah pembentukan Provinsi Kaltara, apalagi " mempersoalkannya". Pun, aku tak ingin jadi bagian orang-orang yang masih "galau" dan "halu" oleh fantasia  atau romantika heroik masa lampau.

Lagi pula, apa sih "urgensinya'  membicarakan sejarah pembentukan Kaltara hari ini ? Apa ia kelak akan memekarkan semangat  heroisme dan  revolusi bagi generasi sekarang?

Bukankah, pemekaran wilayah otonom itu memang  sebuah  keniscayaan di negeri kita, ia sudah menjadi amanat undang-undang. Mekanisme politik , teknis dan administratifnya  sudah disediakan dan diatur negara. Pemekaran bukanlah  ruang hampa dan kemustahilan, Ia   bukan pula  pertempuran antar hidup mati,  perang gerilya   yang  harus mengorbankan jiwa raga, harta dan benda. Jadi narasi "  perjuangan, pahlawan dan berjasa  itu" sebenarnya terlalu berlebihan.

Bagiku, perjalanan pembentukan Provinsi Kaltara itu sudah "Purna". Tak  tersisa sedikitpun  romantisme  dan heroisme, karena memang  rasa itu tak perlu tertinggal.  Kita hanya perlu memekarkan konsepsi, gagasan dan tindakan yang dinamis dan revolusioner  untuk masa depan provinsi ke-34 ini.

Sembilan tahun   pemerintahan Kaltara    berjalan, menapak langkah pembangunan dan merajut nyata dari harapan yang dicita-citakan.  Dua kali sudah masyarakat memilih sendiri gubernur dan wakil gubernurnya  secara  langsung dan demokratis. Tapi hari ini, kita  masih sibuk ribut soal hari jadi,  pusat pemerintahan dan klaim siapa yang paling berjasa terhadap  pemekaran provinsi termudah ini. Halooow!

Yakinlah, tidak ada orang  yang paling berjasa  pada proses pembentukan provinsi ini. Buang klaim sempit itu jauh-jauh. Kita harus percaya bahwa semua masyarakat Kaltara terlibat dan memiliki " peran"  masing- masing pada proses pembentukan Kaltara. Apakah ia seorang   pelajar,  mahasiswa, petani, nelayan, pedagang, kelompok paguyuban, organisasi adat, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, partai  politik, ASN/TNI/Polri, anggota DPRD, Bupati/Walikota, Gubernur  DPRD dan masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim),  hingga Kementerian Dalam Negeri, DPR dan Presiden pun  harus kita akui  memiliki peran besar  dalam pembentukan Provinsi Kaltara.

Media masa , seperti  Radar Tarakan, koran lokal yang selalu  meliput dan menggaungkan  resonansi percepatan pembentukan provinsi  Kaltara, pun tak bisa dilupakan peran pentingnya.

Jika kita merasakan banyaknya orang yang terlibat dan berperan dalam proses pemekaran Kaltara,  maka itu  akan membuat kita sadar bahwa  "sejarah  itu bukan tentang aku atau kami", melainkan "tentang kita semua", ada perasaan senasib dan sepenanggungan. Romantika kita pun menjadi harmoni, tidak  terbelenggu pada superioritas diri " delusion of grandeur", merasa serba  paling dan tidak ingin dilupakan  orang lain.

Ada orang yang mengaku berjasa takala pernah hadir  pada sebuah seminar wacana pembentukan Kaltara,  seolah menjadi pahlawan sewaktu  demo menuntut  pemekaran provinsi Kaltara,  atau merasa berjuang manakala menjadi bagian  organisasi  pemekaran Kaltara.

Tapi, bolehkah kita melarang  " keakuan dan romantika rasa berjasa, berjuang dan kepahlawanan " orang-orang tersebut? Mereka pasti memiliki alasan  dan narasi  sejarah tersendiri, yang terbangun dari pengalaman dan subjektifitas mereka masing-masing.  Kita juga tidak bisa melarang, seandainya  mereka  bercerita dan menulis sejarah yang mereka bangun dari  pilihan  "  sketsa , vista, ruang dan waktu" mereka sendiri. Ya, hitung-hitung menambah kasanah kisah sejarah tersebut.

Berbeda, misalnya  jika  pemerintah daerah   ingin membuat buku sejarah pemekaran Provinsi Kaltara, narasi dan imajinasi politis dan subjektif orang-orang tersebut  harus dihindari. Ia harus selektif, rigid bahkan dogmatik dalam mengontruksi fakta otentik dan realitas normatif selama perjalanan pembentukan Kaltara agar menjadi "history as actuality". Hal itu untuk mencegah jangan sampai,  isi buku sejarah yang dibuat kelak berubah seiring pergantian kepala daerah. Kan, gak lucu!  Setiap ganti kepala daerah berganti pula  cerita sejarah Kaltara.


Awal dan Akhir

Sebagai seorang staf humas Pemkab Bulungan  di bagian pemberitaan dan kepala stasiun  radio pemerintah daerah (RSPD), memungkinkan  aku memiliki akses yang mudah untuk mendalami  kebijakan, gagasan dan  aktivitas   Bupati Bulungan  H Anang Dachlan Djauhari dalam   menginisiasi rencana  pembentukan Provinsi Kaltara.

Aku ingat ketika itu, usai mewawancarai, Bupati Bulungan H Anang Dachlan  Jauhari mengenai hasil pertemuan Bupati dan Walikota se-Utara Kaltim di Derawan tahun 2001.  Ia menerangkan  bahwa pertemuan rutin kepala daerah di  Utara Kaltim yang membahas soal wacana pembentukan Provinsi Kaltara, dipertimbangkan untuk tidak dilanjutkan.  Selain, karena Kabupaten  Berau yang tak kunjung memberikan jawaban tegas untuk bergabung, juga untuk menepis kecurigaan pemerintah pusat adanya kepentingan politik kepala daerah terkait usulan  pemekaran Provinsi Kaltara  tersebut. Ia berharap pemekaran  Kaltara bukan lagi wacana kepala   daerah tapi sudah menjadi rencana seluruh masyarakat Kaltara. Maka itu, sudah saatnya gerakan pembentukan Provinsi Kaltara itu dipelopori oleh masyarakat. Harus ada organisasi penggerak seperti presidium yang menjadi representasi seluruh komponen masyarakat Kaltara.

Berbekal penjelasan Bupati Bulungan itulah, aku kemudian   bersama teman- teman yang lain mengadakan rapat di rumah saudara Sabran Tosan, untuk menyampaikan keinginan Bupati Bulungan tersebut. Terbentuklah,  Forum Pemuda Pengkajian Kalimantan Utara (FPPKU), yang kemudian disetujui oleh Bupati Bulungan  dan memerintahkan untuk segera " action" menghimpun legitimasi seluruh komponen    masyarakat Kalimantan Timur Bagian Utara, agar nantinya dapat membentuk Presidium Kalimantan Utara. Dalam waktu singkat, terselenggaralah kemudian "Kongres Rakyat Kalimantan Utara", yang diantara  rekomendasinya, membentuk Komite dan Presidium  Percepatan Pembentukan Kalimantan Utara. Tidak  membutuhkan waktu lama, lalu terbentuklah "Komite Percepatan Pembentukan Kaltara" di setiap kabupaten/kota Utara Kaltim, termasuk di Kabupaten Berau. Selanjutnya,  perwakilan lima komite kabupaten/kota tersebut  bermusyawarah  membentuk  " Presidium Percepatan Pembentukan Povinsi Kalimantan Utara", yang kemudian   memilih  "Laden Mering" sebagai ketua.

Presidium inilah  yang selanjutnya mengumpulkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, melengkapi persyaratan adminisrasi dan teknis, serta  menyerahkan segala  persyaratan tersebut   ke Kementerian Dalam Negeri dan DPR. Persoalannya, Bupati dan DPRD Berau "keukeuh" tak ingin bergabung ke  Kaltara, akibatnya jumlah lima kabupaten kota sebagaimana yang disyaratkan  dalam undang -undang tidak terpenuhi,  sehingga  usulan pemekaran  Kaltara tidak bisa  ditindak lanjuti oleh pemerintah pusat.

Selama perjalanan FPPKU hingga  Presidium Kaltara  melaksanakan tugas -tugasnya, tak sedikit drama  konflik,  persaingan dan perseteruan yang  terjadi, baik sesama  penggiat pemekaran Kaltara maupun dengan pejabat daerah. Tak jarang perseteruan itu membuat perpecahan dan menghambat  gerakan pemekaran yang sedang berjalan.

Mendampingi Bupati Bulungan, H Budiman Arifin tahun 2005 -2013 sebagai ajudan beliau, membuat  aktivitasku semakin dekat dengan proses  pembentukan Kaltara.  Banyak momen-momen penting, baik yang rahasia dan terbuka  yang kulewati, hingga akhirnya, tahun 2012, Pemekaraan Provinsi Kaltara itu benar- benar terwujud.

Berada  di Humas Pemda,  di media, dan aktif  di FPPKU, KNPI, Komite Kabupaten Bulungan dan Presidium, menjadikanku  lebih dekat dengan cerita dan peristiwa yang terjadi,  dan membuatku bisa menyaksikan   secara langsung setiap lakon aktor yang terlibat. Aku tidak mengatakan kedua tokoh ini berjasa, melainkan  peran mereka yang  begitu besar dalam proses pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. Give the salute H Anang Dachlan Djauhari dan H Budiman Arifin.

****



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antrean Itu Cermin Buruknya Disiplin Petugas

Sudah empat jam aku duduk di kursiku menunggu nama anakku dipanggil. Ternyata, datang dan mendaftar  lebih awal tidak menjamin dipanggil duluan. Urutan antrean peserta vaksinasi tergantung selera petugas. Yang baru tiba  bisa    langsung dilayani,   dan yang  mendaftar  belakangan bisa dipanggil lebih awal. Peristiwa  tidak elok ini  bukan yang pertama bagiku, pasalnya pada kegiatan vaksinasi dosis kesatu di awal bulan Juli lalu, aku juga mengalaminya. Esoknya, giliran membawa anakku pun merasakan  perlakuan yang  serupa.  Lanjut divaksinasi dosis kedua di awal Agustus lalu, aku dan kemudian bersama anakku pun mengalami hal yang sama.  Tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali hanya menarik nafas dan berusaha memakluminya. Hari ini, kala membawa anak keduaku  untuk vaksininasi dosis pertamanya, pun lagak petugasnya masih seiras, malah kali ini lebih culas. Peserta vaksinasi yang sebelumnya dibatasi hanya seratus orang, hari ini  tumplek blek sampai enam ratus peserta. Alih-alih  protokol

Jangan Sampai Lebih Takut Lihat Polisi Dibanding Penjahat

  Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam beberapa waktu terakhir ini seolah menegaskan buruknya citra lembaga penegak hukum tersebut. Peristiwa salah tangkap, pelanggaran SOP, brutalisme, kejahatan seksual ,pemeriksaan ponsel warga secara non-prosedural dan non-etis, penersangkaan korban, dan lainnyan sebagainya membuat masyarakat menjadi merinding dan takut berurusan dengan polisi. Sampai-sampai seorang kawan mengatakan jika ia  merasa lebih takut berhadapan dengan polisi daripada penjahat, karena polisi dapat melakukan kejahatan  dengan berlindung dibalik institusi,  hukum dan fasilitas negara.. ” Jangan sekali-sekali deh, buat kejahatan jika tidak mau berurusan dengan penjahat” sindirnya. Deretan Peristiwa seperti penembakan  oleh oknum Ipda OS anggota Polisi Lalu Lintas PJR Polda Metro Jaya dan  kasus aborsi oknum R yang menyebabkan seorang mahasiswa meninggal di  Purwekerto baru baru ini menambah cacatan buruk yang dilakukan  oknum angg

Bandara Tanjung Harapan Jogging Track Favorit

  Sejak  tahun 2000,aku mulai rutin pergi ke bendara  Tanjung Harapan,    saban sore  berkendara motor roda dua menuju bandara kecil yang berada di dekat Taman makam Pahlawan  Tanjung Selor itu. Namun, tujuanku ke bandara itu  bukan untuk berangkat   atau  mengambil paket kiriman yang datang, melainkan untuk olahraga jogging di  runaway  atau landasan pacu bandara. Yup, mungkin ketika itu akulah yang paling rajin jogging di bandara itu.Sampai-sampai beberapa teman memberi gelar ” penunggu bandara”. Kadang jam 2 siang, kala runaway bandara masih sepi,  dengan berbekal jaket parasut dan topi, aku sudah duluan  berlari menikmati panas dan  teriknya cuaca siang hari. Menurutku dan orang-orang ketika itu, runaway ini adalah  tempat yang paling nyaman dan ideal   di Tanjung Selor untuk melaukan aktivitas jogging. Selain treks nya yang lurus dan lebar, landasan ini tempat yang paling aman  untuk jogging, udaranya yang bersih, jauh dari polusi asap knalpot.  Berlari di sini kit