Langsung ke konten utama

PERUSDA, AKHIR DOSA TURUNAN

Bangkrut dan merugi sepertinya menjadi  dosa turunan  yang terus menggerogoti sejumlah perusahaan daerah (Perusda)  di berbagai daerah. 

Mismanajemen atau tata kelola yang carut marut masih  menjadi biang dari persoalan inefisiensi dan  kecurangan (fraud) di tubuh Perusda.  Direksi yang tidak profesional, etos kerja yang buruk, terlalu birokratis, kurang memiliki orientasi pasar, tidak transparan, serta sarang korupsi, merupakan stigma buruk yang melekat kepada  Perusda selama ini

Pada dasarnya,  tujuan dibentuknya   Perusda atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)  adalah untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah, membantu pemerintah daerah  dalam pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan pasar, turut membantu pengembangan usaha kecil dan menengah, dan tentunya berfungsi sebagai salah satu penyumbang bagi penerimaan daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil privatisasi.

Hal ini juga  ditegaskan dalam   Peraturan Pemerintah (PP) 54 tahun 2017 tentang BUMD, yakni Perusda didirikan untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik,  dan memperoleh laba dan atau keuntungan.

Namun pada praktiknya, Perusda  yang diharapkan bisa menjadi tulang punggung pendapatan daerah malah menjadi beban tak berkesudahan  bagi  daerah. Perusda yang dimaksudkan untuk  memaksimalkan  pengelolaan potensi  ekonomi daerah, malah menjadikannya peluang bisnis keluarga. Perusda yang diproyeksikan  sebagai akses kebutuhan hajat hidup masyarakat malah nyambi sebagai penyedia hajat hidup para pejabat.

Mirisnya,  distorsi tata kelola itu  kemudian menjadi tradisi  yang  bernyawa  dalam tubuh Perusda. Inkonsistensi    pemerintah daerah (Pemda) sebagai otoritas pemegang  kewenangan dan kebijakan dalam hal pembinaan dan pengawasan  menambah suburnya  akar masalah yang ada.

Sinergitas pemda yang sering diwakili pejabat  bagian atau biro ekonomi tidak cukup  kuat dan sahih menyentuh dan menyelesaikan persoalan Perusda. 

Intervensi  kepala daerahpun, pada banyak persoalan   hanya  berkutat pada kalkulasi kepentingan dan  bancakan politik jangka pendek  tanpa  niat untuk meningkatkan kinerja dan daya saing  Perusda.

Kebijakan bantuan  modal pun lebih hanya  mempertimbangkan alasan  porposif  dan normatif yang disodorkan  direksi,  tanpa analisis, kajian dan evaluasi yang  komprehensif dan  argumentatif.  Akibatnya,  aliran  modal itu sering tak jelas peruntukan dan pengelolaannya, banyak belanja modal dan aset  yang kemudian lenyap tak berbekas.

Di sisi lain, langkah ceroboh  itu membuka celah "fraud " semakin merajalela, para direksi   memanfaatkan anggaran, aset  dan  potensi bisnis  Perusda untuk kepentingan pribadi. Modusnya, diam diam layaknya siluman,  mengalihkan kucuran modal, fasilitas dan peluang bisnis tersebut  untuk  bisnis  keluarga mereka

Makanya jangan heran,   di saat Perusdanya kolaps, di tempat  lain  para direksinya menari  gembira  karena bisnis  mereka  semakin jaya. Motif dan praktik curang   inilah kemudian menjadi warisan  turun-temurun yang mengilhami para  perampok lainnya mengincar posisi direksi Perusda.

Olehnya, Intregitas seorang direksi yang bebas dari konflik kepentingan dan kecurangan harus menjadi poin penting pemda  dalam mengangkat seorang direksi. Lebih dari itu,  komitmen  dan tanggung jawab kepala daerah dalam memperbaiki carut marut tata kelola  Perusda, sangatlah dinantikan. Periodesasi awal kepemimpinan kepala daerah pada tahun ini (2021), setidak bisa menjadi momentum bagi pemda membenahi segala persoalan yang terjadi, mulai dari buruknya integritas  direksi, mismanajemen, kecurangan, inefisiensi, core business yang salah dan lain sebagainya.

Kepala daerah punya kuasa  mencopot direksi dan merombak dewan pengawas yang bermasalah dan berkinerja buruk, bila perlu   merevisi   bidang usaha perusahaan, bahkan  menutup Perusda sekalipun. 

Peraturan Pemerintah (PP) 54 2017,  menyebutkan kepala daerah selaku pemilik modal pada "Perumda (Perusahaan Umum Daerah )" atau pemegang saham pada "Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah)", mempunyai kewenangan mengambil keputusan. Ia adalah organ Perusda  yang memegang kekuasaan tertinggi  dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada direksi atau dewan pengawas.

Meski kewenangan itu dapat dilimpahkan kepada pejabat  perangkat daerah tetapi tidak serta merta  kepala daerah melepaskan tanggung jawabnya  begitu saja.

Dalam jejak ekpose kinerja sejumlah Perusda,  kondisi perusahaan  sering berfluktuasi seiring  pergantian sang kepala daerah. Apabila kepala daerahnya memiliki komitmen pada pembinaan dan pengawasan  Perusda  maka kinerja Perusdanya otomatis terlihat baik dan  persoalan yang ditutupi segera  terbongkar dan terselesaikan, sebaliknya jika kepala daerahnya acuh tak acuh,  maka kinerja Perusdanya pun ikut-ikutan turun, dan banyak persoalan yang sengaja ditutup-tutupi.

Lemahnya komitmen kepala daerah malah membuka celah  konspirasi   pejabat terkait untuk  mendisain sebuah  situasi  yang  "menghalang-halangi"  kepala daerah mendalami  persoalan yang terjadi di Perusda, seolah itu adalah  persoalan internal dan rahasia dapur perusahaan yang bukan  urusan  kepala daerah.

Untuk itu,  audit kinerja dan audit keuangan  oleh auditor  independen adalah kebutuhan mendesak yang perlu diinisasi oleh kepala daerah di awal  kepemimpinannya , sehingga kelak ia  bisa mengambil keputusan yang tepat dan terbaik untuk kemajuan Perusda. 

Pada akhirnya,  permaslahan Perusda bukan lagi hanya soal integritas   seorang direksi, korupsi atau terus merugi,  tapi bagaimana komitmen dan  tanggung jawab kepala daerah untuk  menciptakan Perusda yang  sehat, berdaya saing dan bermanfaat bagi pembangunan daerah.

Diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang "megasuper" seorang kepala daerah untuk  menata laksana sistem  pembinaan dan pengawasan yang terarah dan berkesinambungan  dalam rangka memperkuat tata kelola,  kinerja  dan daya saing Perusda,   agar dapat mengakhiri dosa turunannya!

Tommy Manggus

https://pepnews.com/politik/p-11628919e058388/perusda-akhir-dosa-turunannya
.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antrean Itu Cermin Buruknya Disiplin Petugas

Sudah empat jam aku duduk di kursiku menunggu nama anakku dipanggil. Ternyata, datang dan mendaftar  lebih awal tidak menjamin dipanggil duluan. Urutan antrean peserta vaksinasi tergantung selera petugas. Yang baru tiba  bisa    langsung dilayani,   dan yang  mendaftar  belakangan bisa dipanggil lebih awal. Peristiwa  tidak elok ini  bukan yang pertama bagiku, pasalnya pada kegiatan vaksinasi dosis kesatu di awal bulan Juli lalu, aku juga mengalaminya. Esoknya, giliran membawa anakku pun merasakan  perlakuan yang  serupa.  Lanjut divaksinasi dosis kedua di awal Agustus lalu, aku dan kemudian bersama anakku pun mengalami hal yang sama.  Tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali hanya menarik nafas dan berusaha memakluminya. Hari ini, kala membawa anak keduaku  untuk vaksininasi dosis pertamanya, pun lagak petugasnya masih seiras, malah kali ini lebih culas. Peserta vaksinasi yang sebelumnya dibatasi hanya seratus orang, hari ini  tumplek blek sampai enam ratus peserta. Alih-alih  protokol

Jangan Sampai Lebih Takut Lihat Polisi Dibanding Penjahat

  Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam beberapa waktu terakhir ini seolah menegaskan buruknya citra lembaga penegak hukum tersebut. Peristiwa salah tangkap, pelanggaran SOP, brutalisme, kejahatan seksual ,pemeriksaan ponsel warga secara non-prosedural dan non-etis, penersangkaan korban, dan lainnyan sebagainya membuat masyarakat menjadi merinding dan takut berurusan dengan polisi. Sampai-sampai seorang kawan mengatakan jika ia  merasa lebih takut berhadapan dengan polisi daripada penjahat, karena polisi dapat melakukan kejahatan  dengan berlindung dibalik institusi,  hukum dan fasilitas negara.. ” Jangan sekali-sekali deh, buat kejahatan jika tidak mau berurusan dengan penjahat” sindirnya. Deretan Peristiwa seperti penembakan  oleh oknum Ipda OS anggota Polisi Lalu Lintas PJR Polda Metro Jaya dan  kasus aborsi oknum R yang menyebabkan seorang mahasiswa meninggal di  Purwekerto baru baru ini menambah cacatan buruk yang dilakukan  oknum angg

Bandara Tanjung Harapan Jogging Track Favorit

  Sejak  tahun 2000,aku mulai rutin pergi ke bendara  Tanjung Harapan,    saban sore  berkendara motor roda dua menuju bandara kecil yang berada di dekat Taman makam Pahlawan  Tanjung Selor itu. Namun, tujuanku ke bandara itu  bukan untuk berangkat   atau  mengambil paket kiriman yang datang, melainkan untuk olahraga jogging di  runaway  atau landasan pacu bandara. Yup, mungkin ketika itu akulah yang paling rajin jogging di bandara itu.Sampai-sampai beberapa teman memberi gelar ” penunggu bandara”. Kadang jam 2 siang, kala runaway bandara masih sepi,  dengan berbekal jaket parasut dan topi, aku sudah duluan  berlari menikmati panas dan  teriknya cuaca siang hari. Menurutku dan orang-orang ketika itu, runaway ini adalah  tempat yang paling nyaman dan ideal   di Tanjung Selor untuk melaukan aktivitas jogging. Selain treks nya yang lurus dan lebar, landasan ini tempat yang paling aman  untuk jogging, udaranya yang bersih, jauh dari polusi asap knalpot.  Berlari di sini kit