Langsung ke konten utama

Beban Utang Negara Besar, Tak Satu Pun Pejabat Merasa Terbebani

DIREKTUR  TV swasta di Bondowoso, Jawa Timur,    Arief Zainurrohman, ditangkap polisi karena memproduksi konten hoax dan provokasi.

Konten video pada akun YouTube ‘Aktual TV’ yang disebarkannya  di media sosial dinilai telah menimbulkan kegaduhan hingga mengganggu sinergitas TNI-Polri.

Setidaknya  ada 765 postingan hoax yang diproduksi oleh Arief Zainurrohman selama 8 bulan terakhir. Arief pun  meraup keuntungan yang cukup fantastis dari  sense YouTube,  kurang-lebih Rp 1,8 sampai Rp 2 miliar.

Apa yang dilakukan oleh Arief Zainurrohman adalah keniscayaan masyarakat kita hari ini, ketika era post truth memberikan peluang yang sangat menggiurkan bagi sebagian besar masyarakat atas  transaksi berita hoaks atau fakenews.

Post truth telah  mengenerasi  terbentuknya pasar kebohongan yang lebih besar, dimana konsumen, produsen dan distributornya saling tergantung satu sama lain untuk memperoleh keuntungan      politik  dan  ekonomi. Penetrasinya  semakin masif karena dikemas dalam konten yang kreatif, menarik, bombastis dan provokatif, serta disebar melalui  media sosial.

Masyarakat tidak lagi memilah berita itu benar atau salah, fakta atau fiktif, tetapi yang penting sejalan pandangannya maka berita itu dapat diyakini kebenarannya.

Apalagi hoaks itu dibungkus oleh narasi politik dan kebencian pada kelompok tertentu, selain mendatangkan keuntungan politik juga akan meningkatkan trafik  (adsense).

Makanya jangan heran, ketika banyak  pemuka agama, akademisi dan pengamat yang selama ini identik dengan kebenaran, mulai bergeser pada ketenaran. Orientasinya bukan lagi soal tuntunan  tetapi hanya tontonan, bagaimana menambah jumlah folower dan trafik kunjungan.

Mereka tidak lagi menyampaikan apa yang benar tetapi hanya apa yang disukai oleh pengikutnya. Materinya tidak lagi berdasarkan solusi, tapi lebih bergantung  pencarian keyword  dan hastag.

Maka itu, jika kita kembali kepada kepentingan politik dan keuntungan ekonomi para produsen hoaks maka kebohongan  adalah keniscayaan di era  post truth.

Istilah Post truth dipopulerkan Steve Tesich pada tahun 1992 melalui   tulisannya “The Government of Lies”. Namun,  praktik post truth sendiri, sudah dilakukan  manusia sejak mereka mengenal kekuasaan. Perkembangan  new media, terutama media  sosial  sebagai  kanal sosial dan sumber informasi masyarakat, membuat post truth semakin merisaukan. Kasus Brexit dan keterpilihan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat menandai besarnya  pengaruh   post truth dalam  pertarungan persepsi publik  suatu negara.

Bicara post truth di negeri ini, seperti memilih makanan yang rasanya “ngeri-ngeri sedap”. Antara pilihan “menang dan untung ” atau ” melanggar hukum dan ditangkap”. Pilihannya tergantung kalkulasi kepentingan dan kebutuhan yang mana lebih besar.

Jadi, persoalannya tidak  hanya terbatas pada tingkat “literasi digital” masyarakat, yang  masih dianggap kurang memahami dan memiliki terampilan dalam bermedia. Pada praktiknya,  mereka yang menyebar hoaks adalah orang-orang yang berpendidikan, memiliki keterampilan dalam bermedia, bahkan mengerti konsekuensi dan pasal-pasal hukum yang mengaturnya.

Kita masih ingat “saracen” ketika beraksi menjelang Pipres 2014. Konten berita yang dibuat mereka laris dan digandrungi oleh pendukung salah satu capres. Pilihan politik yang fanatis membuat mereka tak mampu  lagi   menerima dan menoleransi kebenaran dan fakta. Kemudian tahun 2016,  ada nusanews.com dan post-metro.com yang menerima iklan “adsense” ratusan juta dari berita hoaks.

Konsekuensi hukum seperti penangkapan oleh polisi, tak pernah jadi soal di era post truth, selama kebohongan itu dapat mempengaruhi  persepsi  publik yang lebih besar, dan  memberikan dampak politis dan ekonomi untuk dirinya dan kelompok mereka. Maka penangkapan  bukanlah sebuah hukuman tetapi bayaran untuk mencapai tujuan.(*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antrean Itu Cermin Buruknya Disiplin Petugas

Sudah empat jam aku duduk di kursiku menunggu nama anakku dipanggil. Ternyata, datang dan mendaftar  lebih awal tidak menjamin dipanggil duluan. Urutan antrean peserta vaksinasi tergantung selera petugas. Yang baru tiba  bisa    langsung dilayani,   dan yang  mendaftar  belakangan bisa dipanggil lebih awal. Peristiwa  tidak elok ini  bukan yang pertama bagiku, pasalnya pada kegiatan vaksinasi dosis kesatu di awal bulan Juli lalu, aku juga mengalaminya. Esoknya, giliran membawa anakku pun merasakan  perlakuan yang  serupa.  Lanjut divaksinasi dosis kedua di awal Agustus lalu, aku dan kemudian bersama anakku pun mengalami hal yang sama.  Tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali hanya menarik nafas dan berusaha memakluminya. Hari ini, kala membawa anak keduaku  untuk vaksininasi dosis pertamanya, pun lagak petugasnya masih seiras, malah kali ini lebih culas. Peserta vaksinasi yang sebelumnya dibatasi hanya seratus orang, hari ini  tumplek blek sampai enam ratus peserta. Alih-alih  protokol

Jangan Sampai Lebih Takut Lihat Polisi Dibanding Penjahat

  Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam beberapa waktu terakhir ini seolah menegaskan buruknya citra lembaga penegak hukum tersebut. Peristiwa salah tangkap, pelanggaran SOP, brutalisme, kejahatan seksual ,pemeriksaan ponsel warga secara non-prosedural dan non-etis, penersangkaan korban, dan lainnyan sebagainya membuat masyarakat menjadi merinding dan takut berurusan dengan polisi. Sampai-sampai seorang kawan mengatakan jika ia  merasa lebih takut berhadapan dengan polisi daripada penjahat, karena polisi dapat melakukan kejahatan  dengan berlindung dibalik institusi,  hukum dan fasilitas negara.. ” Jangan sekali-sekali deh, buat kejahatan jika tidak mau berurusan dengan penjahat” sindirnya. Deretan Peristiwa seperti penembakan  oleh oknum Ipda OS anggota Polisi Lalu Lintas PJR Polda Metro Jaya dan  kasus aborsi oknum R yang menyebabkan seorang mahasiswa meninggal di  Purwekerto baru baru ini menambah cacatan buruk yang dilakukan  oknum angg

Bandara Tanjung Harapan Jogging Track Favorit

  Sejak  tahun 2000,aku mulai rutin pergi ke bendara  Tanjung Harapan,    saban sore  berkendara motor roda dua menuju bandara kecil yang berada di dekat Taman makam Pahlawan  Tanjung Selor itu. Namun, tujuanku ke bandara itu  bukan untuk berangkat   atau  mengambil paket kiriman yang datang, melainkan untuk olahraga jogging di  runaway  atau landasan pacu bandara. Yup, mungkin ketika itu akulah yang paling rajin jogging di bandara itu.Sampai-sampai beberapa teman memberi gelar ” penunggu bandara”. Kadang jam 2 siang, kala runaway bandara masih sepi,  dengan berbekal jaket parasut dan topi, aku sudah duluan  berlari menikmati panas dan  teriknya cuaca siang hari. Menurutku dan orang-orang ketika itu, runaway ini adalah  tempat yang paling nyaman dan ideal   di Tanjung Selor untuk melaukan aktivitas jogging. Selain treks nya yang lurus dan lebar, landasan ini tempat yang paling aman  untuk jogging, udaranya yang bersih, jauh dari polusi asap knalpot.  Berlari di sini kit