Langsung ke konten utama

Cuan Pejabat di Massa Pandemi

 

Diberitakan sebelumnya di laman berita suara.com (29/082021), Bupati Jember  bersama Sekretaris Daerah (Sekda), Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logstik BPBD Kabupaten Jember menerima honor sebesar Rp 282 juta dari pemakaman jenazah Covid-19.

Setiap pemakaman satu jenazah Covid-19, pejabat tersebut menerima Rp 100.000. Sementara jumlah warga yang meninggal karena Covid-19 di kabupaten tersebut cukup banyak. Alhasil, dari total pemakaman jenazah Covid-19, keempat pejabat ini mendapat honor sejumlah Rp 70,5 Juta per orang.

Bupati Jember Hendy Siswanto telah  meminta maaf dan mengembalikan total uang yang diterimanya. Dia berdalih bahwa praktik honorarium anggota tim pemakaman itu sudah lama dilakukan, ia hanya meneruskan saja. Dalam tim pemakaman jenazah  Covid-19, dia duduk sebagai pengarah, penanggung jawab adalah Sekda, ketua adalah Kepala BPBD, dan ada 30 anggota petugas pemakaman. Itu sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Jember Nomor: 188.45/107/1.21/2021 tertanggal 30 Maret 2021 tentang Struktur Tim Pemakaman yang ditandatangi oleh sang bupati.

Meski sudah meminta maaf, skandal honor pemakaman jenazah Covid-19 tetap dilaporkan oleh Aliansi Government Anti Korupsi Hope (Angak Ho) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator Angak Ho, Rully Efendi mengatakan pencairan honor tim pemakaman jenazah Covid-19 yang menggunakan payung hukum SK Bupati Jember tersebut termasuk perbuatan korupsi dan sangat  berbahaya.

"Saya mendapat referensi dari ICW (Indonesia Corruption Watch), bahwa korupsi yang paling berbahaya mencuri uang negara dengan tameng peraturan, dan bang Adnan Topan (Koordinator ICW) menyebutnya model seperti ini yang dinamakan korupsi yang dilegalkan," terang Rully seperti dikutip dari  malang.suara.com (31/082021)

Lepas dari persoalan, apakah kasus ini merupakan pelanggaran  hukum atau persoalan moralitas  dan kepantasan semata,  sangat penting juga ditanyakan, apakah praktik honorarium pemakaman jenazah Covid-19 tersebut hanya terjadi di Kabupaten Jember saja?  Tidakkah ini fenomena gunung es, ketika kita hanya meributkan   kasus yang   ketahuan atau yang kebetulan  terangkat ke permukaan. Sedangkan  praktik yang tersembunyi  dan melanggeng secara senyap di daerah lain terbiarkan.

Bisa saja honor  pemakaman jenazah Covid-19 yang dikantongi pejabat di suatu daerah  lebih besar daripada yang dianggarkan  pejabat di Jember.

Dalih Bupati Jember yang mengaku  honarium pemakaman untuk pejabat itu sudah lama dilakukan, menguatkan kecurigaan  bahwa praktik yang sewujud  kemungkinan besar berlaku pula di tempat lain.

Dugaan itu berangkat dari networking kelembagaan antar  pemerintah daerah selama ini yang cukup aktif dalam mendiskusikan persoalan pemerintahan. Apalagi yang berkaitan  dengan pendapatan atau  honorarium,  pasti  cepat direspon  dan diadopsi  pemerintah daerah lainnya.

Menko PMK Muhadjir Effendy pun dalam tanggapannya  mengatakan, tidak ada regulasi yang secara khusus mengatur pemberian honor pemakaman jenazah Covid-19, tetapi di   dalam  ketentuan pemberian honor itu diperbolehkan.Ia meminta kepala daerah bijak dalam membuat kebijakan terkait honorarium pejabat terkait pandemi.

Pernyataan Muhajir seolah menguatkan keyakinan pejabat daerah bahwa tak ada pelanggaran hukum bila menerima honor  dari pemakaman jenazah Covid-19. Jika moralitas dan kepantasan yang dianggap berada di luar aturan hukum  jadi pijakan dalam membuat sebuah kebijakan, yakinlah semua itu sudah pasti akan diabaikan oleh sebagian besar pejabat kita. Lah, yang melanggar ketentuan aja bisa dan biasa  mereka siasati, apalagi yang dibolehkan.

Moralitas dan  kepantasan tak akan menghilangkan rasa malu  pejabat yang  menerima honor kematian warganya, tak mengikis   rasa risi  pejabat yang menjadi endorse merk obat covid, dan  tak menghapus rasa  rikuh pejabat yang meminta   vitamin dari milyaran uang rakyat.

Sepanjang aturan itu tidak melarang dan membatasi suatu kebijakan, selama itu pula mereka tidak malu  menikmati setiap keuntungan dari anggaran pemerintah.

Adagium yang mengatakan "Semakin kacau keadaan masyarakat maka semakin mudah orang-orang yang berkuasa mengambil keuntungan dari keadaan itu" seakan melegitimasi tabiat  buruk pejabat di tengah pandemi. Situasi darurat menjadi  alasan untuk bertindak "force majeur" dimana kebijakan anggaran dan pengawasan dilonggarkan, sehingga memungkinkan  aksi rasuah dilakukan.

Tak beda jauh apa yang terjadi di kala pandemi saat ini. Ketika   masyarakat butuh uluran tangan, duit bantuan malah diembat  pejabat negara. Tak peduli rakyat susah, yang penting mereka nikmat dan cuan.

Tengok saja korupsi yang dilakukan Juliari Batubara, eks Menteri Sosial bersama anak buahnya berkongsi menggerogoti hak rakyat. Kemudian ada kasus  korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 oleh eks  Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna, kasus korupsi pengadaan masker di Dinas Kesehatan Provinsi Banten dan masih banyak lagi  kaus korupsi anggaran pandemi yang dilakukan mulai dari level pejabat pemeritah pusat hingga kepala desa.

Tidak semua   praktik cari untung di tengah pandemi  itu berujung menjadi kasus hukum korupsi.  Bisa karena  praktiknya tidak dipersoalkan aparat  hukum atau memang belum  terdeteksi adanya  pelanggaran hukum.  Sepanjang  tidak ada penangkapan, tuntutan dan proses hukum, selama itu pula motif dan praktik itu terjadi. Selagi  keuntungan itu cukup menjanjikan, semasa itu pula mereka tak hirau  jeritan dan tangisan masyarakat. Tak perduli hidup rakyat  sedang perih akibat pandemi.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antrean Itu Cermin Buruknya Disiplin Petugas

Sudah empat jam aku duduk di kursiku menunggu nama anakku dipanggil. Ternyata, datang dan mendaftar  lebih awal tidak menjamin dipanggil duluan. Urutan antrean peserta vaksinasi tergantung selera petugas. Yang baru tiba  bisa    langsung dilayani,   dan yang  mendaftar  belakangan bisa dipanggil lebih awal. Peristiwa  tidak elok ini  bukan yang pertama bagiku, pasalnya pada kegiatan vaksinasi dosis kesatu di awal bulan Juli lalu, aku juga mengalaminya. Esoknya, giliran membawa anakku pun merasakan  perlakuan yang  serupa.  Lanjut divaksinasi dosis kedua di awal Agustus lalu, aku dan kemudian bersama anakku pun mengalami hal yang sama.  Tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali hanya menarik nafas dan berusaha memakluminya. Hari ini, kala membawa anak keduaku  untuk vaksininasi dosis pertamanya, pun lagak petugasnya masih seiras, malah kali ini lebih culas. Peserta vaksinasi yang sebelumnya dibatasi hanya seratus orang, hari ini  tumplek blek sampai enam ratus peserta. Alih-alih  protokol

Jangan Sampai Lebih Takut Lihat Polisi Dibanding Penjahat

  Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam beberapa waktu terakhir ini seolah menegaskan buruknya citra lembaga penegak hukum tersebut. Peristiwa salah tangkap, pelanggaran SOP, brutalisme, kejahatan seksual ,pemeriksaan ponsel warga secara non-prosedural dan non-etis, penersangkaan korban, dan lainnyan sebagainya membuat masyarakat menjadi merinding dan takut berurusan dengan polisi. Sampai-sampai seorang kawan mengatakan jika ia  merasa lebih takut berhadapan dengan polisi daripada penjahat, karena polisi dapat melakukan kejahatan  dengan berlindung dibalik institusi,  hukum dan fasilitas negara.. ” Jangan sekali-sekali deh, buat kejahatan jika tidak mau berurusan dengan penjahat” sindirnya. Deretan Peristiwa seperti penembakan  oleh oknum Ipda OS anggota Polisi Lalu Lintas PJR Polda Metro Jaya dan  kasus aborsi oknum R yang menyebabkan seorang mahasiswa meninggal di  Purwekerto baru baru ini menambah cacatan buruk yang dilakukan  oknum angg

Bandara Tanjung Harapan Jogging Track Favorit

  Sejak  tahun 2000,aku mulai rutin pergi ke bendara  Tanjung Harapan,    saban sore  berkendara motor roda dua menuju bandara kecil yang berada di dekat Taman makam Pahlawan  Tanjung Selor itu. Namun, tujuanku ke bandara itu  bukan untuk berangkat   atau  mengambil paket kiriman yang datang, melainkan untuk olahraga jogging di  runaway  atau landasan pacu bandara. Yup, mungkin ketika itu akulah yang paling rajin jogging di bandara itu.Sampai-sampai beberapa teman memberi gelar ” penunggu bandara”. Kadang jam 2 siang, kala runaway bandara masih sepi,  dengan berbekal jaket parasut dan topi, aku sudah duluan  berlari menikmati panas dan  teriknya cuaca siang hari. Menurutku dan orang-orang ketika itu, runaway ini adalah  tempat yang paling nyaman dan ideal   di Tanjung Selor untuk melaukan aktivitas jogging. Selain treks nya yang lurus dan lebar, landasan ini tempat yang paling aman  untuk jogging, udaranya yang bersih, jauh dari polusi asap knalpot.  Berlari di sini kit